Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian nomor satu di negara yang sudah maju. Di Indonesia, kejadian PJK pada tahun-tahun terakhir ini juga cenderung meningkat. Hal ini erat hubungannya dengan peningkatan taraf hidup masyarakat serta berubahan pola makanan. Hasil dari berbagai studi menunjukkan bahwa penyebab utama PJK adalah lesi aterosklerotik pada pembuluh darah koroner. Timbulnya PJK didasari oleh proses aterosklerosis yang bersifat progresif yang mana proses tersebut telah dimulai sejak masa kanak-kanak dan menjadi nyata pada dekade ke 3 atau 4.
| | |
Patofisiologi
Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami kerusakan oleh adanya faktor risiko antara lain faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat-zat vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel darah, asap rokok, diet aterogenik, peningkatan kadar gula darah, dan oxidasi dari LDL-C.
Kerusakan ini menyebabkan sel endotel menghasilkan cell adhesion molecule seperti sitokin (interleukin-1 (IL-1); tumor nekrosis faktor alfa (TNF-alpha)), kemokin (monocyte chemoattractant factor 1, (MCP-1; IL-8), dan growth factor (platelet derived growth factor, (PDGF); basic fibroblast growth factor, (bFGF). Sel inflamasi seperti monosit dan T-Limfosit masuk ke permukaan endotel dan migrasi dari endotelium ke sub endotel. Monosit kemudian berdiferensiasi menjadi makrofag dan mengambil LDL teroksidasi yang bersifat lebih atherogenik dibanding LDL. Makrofag ini kemudian membentuk sel busa.
LDL teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan menghasilkan respons inflamasi. Sebagai tambahan, terjadi respons dari angiotensin II, yang menyebabkan gangguan vasodilatasi, dan mencetuskan efek protrombik dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi.
Akibat kerusakan endotel terjadi respons protektif dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous, plak atherosklerosik, yang dipicu oleh inflamasi. Plak yang terjadi dapat menjadi tidak stabil (vulnerable) dan mengalami ruptur sehingga terjadi Sindroma Koroner Akut (SKA).
Faktor resiko PJK
Faktor resiko PJK dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu :
| 1. Faktor resiko mayor
| 2. Faktor resiko minor
|
Manifestasi Klinis PJK
Dengan memperhatikan klinis penderita, riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi saat istirahat, foto dada, pemeriksaan enzim jantung dapat membedakan subset klinis PJK.
Manifestasi klinis PJK meliputi :
1. Asimtomatik (Silent Myocardial Ischemia)
2. Angina Pektoris
- Angina Pektoris Stabil
- Angina Pektoris Tidak Stabil
- Angina Pektoris Tidak Stabil
- Variant Angina (Prinzmetal Angina)
3. Infark Miokard Akut
4. Gagal Jantung (Dekompensasi Kordis)
5. Aritmia Jantung
6. Mati Mendadak (Sudden Death)
7. Syncope
Cara Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Laboratorium
4. Foto dada
5. Pemeriksaan jantung non-invasif
- - EKG istirahat
- - Uji latihan jasmani (treadmill)
- - Uji latih jasmani kombinasi pencitraan:
- - Uji latih jasmani ekokardiografi (Stress Eko)
- - Uji latih jasmani Scintigrafi Perfusi Miokard
- - Uji latih jasmani Farmakologik Kombinasi Teknik Imaging
- - Ekokardiografi istirahat
- - Monitoring EKG ambulatoar
- - Teknik non-invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi koroner:
- - Computed Tomography
- - Magnetic Resonanse Arteriography
6. Pemeriksaan invasif menentukan anatomi koroner
- - Arteriografi koroner
- - Ultrasound intra vaskular (IVUS)
Setiap pasien dengan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis yang teliti, penentuan faktor risiko, pemeriksaan jasmani dan EKG. Pada pasien dengan gejala angina pektoris ringan, cukup dilakukan pemeriksaan non-invasif. Bila pasien dengan keluhan yang berat dan dan kemungkinan diperlukan tindakan revaskularisasi, maka tindakan angiografi sudah merupakan indikasi.
Pada keadaan yang meragukan dapat dilakukan treadmill test. Treadmill test lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan EKG istirahat dan merupakan tes pilihan untuk mendeteksi pasien dengan kemungkinan Angina Pektoris dan pemeriksaan ini sarananya yang mudah dan biayanya terjangkau.
Pada keadaan tertentu, sulit menginterpretasi hasil treadmill seperti pada pasien dengan kelainan EKG istirahat antara lain LBBB, kelainan repolarisasi, LVH dsb.
Pemeriksaan alternatif lain yang dapat dilakukan adalah ekokardiografi dan teknik non-invasif penentuan kalsifikasi koroner dan anatomi koroner, Computed Tomography, Magnetic Resonanse Arteriography, dengan sensitifitas dan spesifitas yang lebih tinggi.
1. Asimtomatik (Silent Myocardial Ischemia)
Kadang penderita penyakit jantung koroner diketahui secara kebetulan misalnya saat dilakukan check up kesehatan. Kelompok penderita ini tidak pernah mengeluh adanya nyeri dada (angina) baik pada saat istirahat maupun saat aktivitas. Secara kebetulan penderita menunjukkan adanya iskemia saat dilakukan uji beban latihan. Ketika EKG menunjukkan depresi segmen ST, penderita tidak mengeluh adanya nyeri dada. Pemeriksaan fisik, foto dada dan lain-lain dalam batas normal.
Mekanisme silent myocardial ischemia diduga oleh karena ambang nyeri yang meningkat, neuropati otonomik (pada penderita diabetes), meningkatnya produksi endorfin, derajat stenosis yang ringan.
2. Angina Pektoris
Angina pektoris (AP) didefinisikan sebagai perasaan tidak enak di dada (chest discomfort) akibat iskemia miokard. Perasaan tidak enak di dada ini dapat berupa nyeri, rasa terbakar, atau rasa tertekan. Kadang-kadang tidak dirasakan di dada melainkan di leher, rahang bawah, bahu, atau di ulu hati. Derajat angina dapat diklasifikasikan menurut Canadian Cardiac Society (CCS).
Strategi Pengobatan
Bedah pintas koroner (coronary artery bypass grafting’s [CABG’s]) dan percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA) merupakan dua tindakan yang paling sering dilakukan untuk menghilangkan obstruksi. Sedangkan secara medikamentosa, tiga jenis obat antiangina yang sering digunakan adalah nitrat, penyekat beta, dan antagonis kalsium.
a. Angina Pektoris Stabil (Stable Angina)
Apabila plak ateroma yang berada di a. koronaria stabil, maka serangan AP selalu timbul pada kondisi yang sama yaitu pada waktu terjadi peningkatan beban jantung.
Nyeri dada yang timbul saat melakukan aktivitas, bersifat kronis (> 2 bulan), dan beratnya tidak berubah di dalam beberapa tahun terakhir. Nyeri precordial terutama di daerah retrosternal, terasa seperti tertekan benda berat atau terasa panas, seperti diremas ataupun seperti tercekik. Rasa nyeri sering menjalar ke lengan kiri atas/bawah bagian medial, ke leher, daerah maksila hingga ke dagu atau ke punggung, tetapi jarang menjalar ke lengan kanan.
Nyeri bisanya berlangsung singkat (1-5 menit) dan rasa nyeri hilang bila penderita istirahat. Rasa nyeri juga capat hilang dengan pemberian obat golongan nitrat. Jika ditelusuri, biasanya dijumpai beberapa faktor resiko PJK.
Pemeriksaan elektrokardiografi sering normal (50-70% penderita). Dapat juga terjadi perubahan segmen-ST yaitu depresi segmen-ST atau adanya inversi gelombang T (arrow head). Kelainan segmen-ST (depresi segmen-ST) sangat nyata pada pemeriksaan uji beban latihan.
Pengobatan
Nitrat sublingual masih merupakan obat pilihan utama untuk meredakan nyeri dada pada AP stabil. Karena efek vasodilatasi yang dapat mengakibatkan sakit kepala dan hipotensi, pemberian nitrat selalu dimulai dengan dosis kecil dan dalam posisi duduk atau berbaring.
Penyekat beta diberi tunggal atau kombinasi dengan nitrat merupakan pilihan utama untuk penderita AP stabil yang hipertensi atau takikardia tanpa disertai gagal jantung. Sedangkan antagonis kalsium sangat baik diberikan pada penderita AP stabil yang juga menderita penyakit paru obstruksi, diabetes melitus atau klaudikasio.
Pemberian Aspirin secara rutin untuk penderita angina pektoris stabil sampai saat ini masih kontroversial.
Uji latihan beban (treadmil test) dilakukan pada keadaan :
ü Untuk konfirmasi adanya PJK
ü Untuk mengetahui berat ringannya AP
ü Stratifikasi resiko sesudah infark miokard akut.
Apabila hasil uji latih beban menunjukkan positif berat, yaitu timbul nyeri dada yang hebat atau pada EKG tampak depresi segmen ST yang sangat dalam pada menit-menit pertama, atau terjadi penurunan tekanan darah, maka hal ini merupakan indikasi untuk dilakukan coronary angiography.
b. Angina Pektoris Tidak Stabil (Unstable Angina)
Apabila keadaan plak ateroma pada a. koronaria menjadi tidak stabil, misalnya mengalami perdarahan, ruptur, atau terjadi fissura, sehingga terbentuk trombus di daerah plak yang menghambat aliran darah koroner dan terjadi serangan AP. Serangan AP jenis ini datangnya tidak tentu, dapat terjadi pada waktu penderita sedang melakukan kegiatan fisik atau dalam keadaan istirahat, dan gejalanya bervariasi tergantung bentuk, besar kecil dan keadaan trombus.
Pada subset klinis ini, kualitas, lokasi, penjalaran dari nyeri dada sama dengan penderita angina stabil. Tetapi nyerinya bersifat progresif dengan frekuensi timbulnya nyeri yang bertambah sering dan lamanya nyeri semakin bertambah serta pencetus timbulnya keluhan juga berubah. Sering timbul saat istirahat. Pemberian nitrat tidak segera menghilangkan keluhan. Keadaan ini didasari oleh patogenesis yang berbeda dengan angina stabil.
Angina tidak stabil sering disebut sebagai pre-infarction sehingga penanganannya memerlukan monitoring yang ketat. Pada angina tidak stabil, plaque aterosklerosis mengalami trombosis sebagai akibat plaque rupture (fissuring), di samping itu diduga juga terjadi spasme namun belum terjadi oklusi total atau oklusi bersifat intermiten.
Pada pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan adanya depresi segmen-ST, kadar enzim jantung tidak mengalami peningkatan.
Beberapa kriteria yang dapat dipakai untuk mendiagnosa AP tidak stabil yaitu :
- Angina progresif kresendo yaitu terjadi peningkatan dalam intensitas, frekuensi dan lamanya episode AP yang dialami selama ini.
- Angina at rest/nocturnal yang baru
- Angina pasca infark miokard
Pengobatan
Penderita dengan angina tidak stabil perlu dilakukan monitoring EKG 24 jam di ruangan intensif (ICCU) oleh karena resiko berkembang menjadi infark miokard akut sangat besar. Pengobatan umum, termasuk pemberian oksigen, tirah baring sampai angina terkontrol, puasa 8 jam kemudian makanan cair atau lunak selama 24 jam pertama, pemberian laksans agar penderita tidak mengedan. Penderita juga hendaknya diberikan obat anti nyeri, antitrombotik, nitrat, calcium-antagonist, beta-blocker dan antikoagulan.
Jika dengan obat-obat yang sudah intensif tersebut nyeri tetap berlangsung atau progresif, perlu dipertimbangkan dilakukan angiografi koroner segera dan bila memungkinkan dilakukan PTCA atau CABG.
c. Variant Angina (Prinzmetal's Angina)
Variant angina atau Prinzmetal's angina pertama kali dikemukakan pada tahun 1959 digambarkan sebagai suatu sindroma nyeri dada sebagai akibat iskemia miokard yang hampir selalu terjadi saat yang sama (biasanya pagi di waktu sedang istirahat). Hampir tidak pernah dipresipitasi oleh stress/emosi dan pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya elevasi segmen-ST serta nyeri dada menghilang dengan pemberian nitrat.
Mekanisme iskemia pada Prinzmetal's angina terbukti disebabkan karena terjadinya spasme arteri koroner, walaupun tanpa adanya lesi aterosklerotik. Kejadiannya tidak didahului oleh meningkatnya kebutuhan oksigen miokard.
Pengobatan
Variant angina jarang ditemukan dalam praktek sehari-hari. Prognosis angina tipe ini biasanya baik. Serangan akut biasanya memberi respons yang baik terhadap nitrat (sublingual atau intravena).
Antagonis kalsium merupakan obat pilihan untuk mencegah serangan berulang dari variant angina. Antagonis kalsium dapat diberi sebagai obat tunggal atau dikombinasi dengan nitrat. Dianjurkan juga pemberian Aspirin pada penderita variant angina.
7. Infark Miokard Akut
Infark miokard akut (IMA) adalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tiba. Kejadian ini berhubungan erat dengan adanya penyempitan a. koronaria oleh plak ateroma dan trombus yang terbentuk akibat rupturnya plak ateroma.
Table 1. Pembagian IMA
| Lokasi Infark | Gelombang Q/Elevasi ST (sadapan) | A. koronaria |
| Antero-septal Anterior Lateral Anterior-ekstensif High-lateral Posterior Inferior Right ventrikel | V1 dan V2 V3 dan V4 V5 dan V6 I, aVL, V1-V6 I, aVL, V5 dan V6 V7-V9 (V1 dan V2) II, III, aVF V2R-V4R | |
Manifestasi Klinis
Penderita infark miokard akut sering didahului oleh keluhan dada terasa tidak enak (chest discomfort). Intensitas nyeri dada biasanya bervariasi, sering kali sangat berat bahkan banyak penderita tidak dapat menahan rasa nyeri tersebut. Nyeri dada berlangsung > 30 menit bahkan sampai berjam-jam yang tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat. Kualitas nyerinya sering dirasakan seperti menekan, diremas, tercekik, berat. Kadang juga bisa tajam ataupun seperti terbakar. Lokasi nyeri biasanya retrosternal, menjalar ke kedua dinding dada terutama dada kiri, ke bawah ke bagian medial lengan menimbulkan rasa pegal pada pergelangan, tangan dan jari. Kadang-kadang nyeri dapat dirasakan pada daerah epigastrium hingga merasa perut tidak enak. Gejala sistemik lain yang sering menyertai adalah mual, muntah, badan lemah, pusing, berdebar dan keringat dingin.
Perlu diketahui bahwa pada penderita umur lanjut atau diabetes melitus, IMA dapat terjadi tanpa nyeri dada.
Pemeriksaan Fisik
Penderita sering tampak ketakutan, gelisah dan tegang. Mereka sering mengurut-urut dadanya (Levine sign). Nadi bervariasi, bisa bradikardia atau bahkan takikardia. Kadang juga disertai dengan nadi yang tidak teratur oleh karena terjadi aritmia.
Pada pemeriksaan auskultasi jantung, suara jantung (S1) melemah dan sering tidak terdengar. Sering terdengar suara gallop S3 ataupun S4.
Pemeriksaan foto dada biasanya menunjukkan dalam batas normal, kecuali pada infark miokard akut yang disertai komplikasi edema paru akut.
Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG menunjukkan adanya elevasi segmen-ST sesuai dengan lokasi dinding ventrikel yang mengalami infark. Pada fase hiperakut, perubahan EKG didahului oleh gelombang T yang meninggi, kemudian elevasi segmen-ST selanjutnya terbentuk gelombang Q yang patologis disertai elevasi segmen-ST.
Pemeriksaan Laboratorium
Ada beberapa serum marker untuk infark miokard akut, yaitu creatinine kinase (CK), CK isoenzim (CK-MB), serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT), lactic dehydrogenase (LDH) dan cardiac troponin (cTnI, cTnT).
Kriteria Diagnostik Infark Miokard Akut
Menurut WHO, kriteria diagnostik untuk IMA adalah jika ada 2 dari faktor berikut, yaitu :
1) Adanya nyeri dada yang spesifik
2) Perubahan EKG (gelombang Q patologis dengan elevasi segmen-ST)
3) Peningkatan kadar enzim jantung (creatinin kinase, dan creatinin kinase myocardial band)
Pengobatan
Prinsip dasar pengobatan penderita infark miokard akut adalah dengan mengusahakan adanya perbaikan aliran darah koroner serta mengurangi kebutuhan oksigen.
Segera dilakukan pemasangan infus dan diberikan oksigen 2-4 L/menit dan penderita harus istirahat total serta dilakukan monitor EKG 24 jam di ICCU. Jika didapatkan komplikasi hendaknya dilakukan penanganan komplikasinya untuk menurunkan kematian.
Adapun secara umum obat-obat yang diberikan adalah :
a) Analgetik
Analgesik yang diberikan biasanya golongan narkotik (Morfin), diberikan secara intravena dengan pengenceran dan diberikan secara pelan-pelan. Dosis awal 2,0-2,5 mg dapat diulangi jika perlu.
b) Nitrat
Nitrat dengan efek vasodilatasi akan menurunkan venous return, akan menurunkan preload yang berarti menurunkan oksigen demand. Di samping itu nitrat juga mempunyai efek dilatasi pada arteri koroner sehingga akan meningkatkan suplai oksigen.
Nitrat dapat diberikan dengan sediaan spray atau sublingual, kemudian dilanjutkan dengan peroral atau intravena.
c) Aspirin
Aspirin sebagai antitrombotik sangat penting diberikan. Dianjurkan diberikan sesegera mungkin karena terbukti menurunkan angka kematian.
d) Trombolitik Terapi
Terapi reperfusi (trombolitik) Streptokinase atau tPA
Tujuan :
- Door to needle time < 30 menit
- Door to dilatation time < 60 menit
Rekomendasi :
- Elevasi segmen ST 1 mm pada dua atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan atau 2 mm pada dua atau lebih sadapan prelkordial berdampingan, waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun.
- Blok cabang berkas (BBB) dan anamnesis dicurigai infark miokard akut
Dosis :
- Streptokinase 1,5 juta U dalam 1 jam
- Aktivator plasminogen jaringan (tPA) bolus 15 mg, dilanjutkan 0,75 mg/kgBB (maksimal 50 mg) dalam jam pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 35 mg) dalam 60 menit.
e) Beta-blocker
Beta-blocker diberikan untuk mengurangi kontraktilitas jantung sehingga akan menurunkan kebutuhan oksigen miokard. Di samping itu, beta-blocker juga mempunyai efek anti aritmia.
Kontraindikasi untuk penyekat beta antara lain :
- Nadi < 60/menit
- Tekanan darah sistolik < 100 mmHg
- Adanya tanda-tanda gagal jantung
- Perfusi perifer yang jelek
- Aritmia berupa blok
- Penyakit paru obstruksi kronis
f) Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium yang terbukti memberi keuntungan untuk penderita IMA adalah Diltiazem (Herbesser) pada penderita non-Q-wave myocardial infarction. Obai ini dapat diberikan pada hari-hari pertama IMA dengan dosis 30-90 mg setiap 6 jam.
g) ACE Inhibitor
Pemberian ACE inhibitor dapat diberikan segera jika penderita IMA disertai dengan hipertensi atau gagal jantung, asalkan tekanan darah sistolik > 90 mmHg. ACE inhibitor memiliki efek kardioprotektif.
h) Laksantia
Laktulosa (Laksadin) 2 x 15 mL.
i) Diit
Penderita dipuasakan pada 8 jam pertama serangan kemudian makanan lunak, dan beri laksansia agar tidak mengedan.
j) Modifikasi Faktor Resiko
Komplikasi
· Gagal jantung akut/Edema paru akut
· Aritmia
· Ruptur dinding ventrikel, ruptur septum interventrikuler
· Regurgitasi mitral akut (disfungsi/ruptur muskulus papilaris)
· Syok kardiogenik
· Kematian
4. Gagal Jantung (Dekompensasi Kordis)
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung (cardiac output) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Penurunan cardiac output mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang. Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat maka di dalam tubuh terjadi suatu refleks homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui perubahan-perubahan neurohumoral, dilatasi ventrikel dan mekanisme Frank-Starling. Dengan demikian, manifestasi klinis gagal jantung terdiri dari berbagai respons hemodinamik, renal neural, dan hormonal yang tidak normal.
Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di sistem vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif. Apabila tekanan pengisian meningkat dengan cepat sekali seperti yang sering terjadi pada infark miokard akut, sehingga dalam waktu singkat menimbulkan berbagai tanda-tanda kongestif sebelum jantung sempat mengadakan mekanisme kompensasi yang kronis, maka keadaan ini disebut sebagai gagal jantung kongestif akut.
Patofisiologi
Pada awal gagal jantung, akibat cardiac output yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron, serta pengelepasan arginin vasopresin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat.
Respon neurohumoral ini akan membawa keuntungan untuk sementara waktu. Namun setelah beberapa saat, kelainan sistem neurohumoral ini akan memacu perburukan gagal jantung, tidak hanya karena vasokonstriksi serta retensi air dan garam yang terjadi, akan tetapi juga karena adanya efek toksik langsung dari noradrenalin dan angiotensin terhadap miokard.
Manifestasi Klinis
Akibat bendungan di berbagai organ dan low output, pada penderita gagal jantung kongestif hampir selalu ditemukan :
· Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
· Gejala sistemik berupa lemah, cepat capek, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites, hepatomegali dan edema perifer.
· Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium.
Tanda khas pada auskultasi ialah adanya bunyi jantung ketiga (diastolic gallop). Dapat pula terdengar bising apabila terjadi dilatasi ventrikel. Pada paru hampir selalu terdengar ronki basah.
Berdasarkan gejala sesak nafas, New York Heart Association (NYHA) membagi gagal jantung kongestif kronik menjadi 4 kelas, yaitu :
Kelas 1 : aktifitas sehati-hari tidak terganggu, sesak timbul jika melakukan kegiatan fisik yang berat
Kelas 2 : aktifitas sehari-hari terganggu sedikit
Kelas 3 : aktivitas sehari-hari sangat terganggu, merasa nyaman pada waktu istirahat
Kelas 4 : walaupun istirahat terasa sesak
Gagal jantung kongestif akut biasanya dikelompokkan atas klasifikasi Killip, yaitu :
Kelas 1 : tidak terlihat tanda/gejala disfungsi ventrikel kiri (kematian di RS 6%)
Kelas 2 : gallop S3/kongesti pulmonal ringan sampai moderat (kematian di RS 30%)
Kelas 3 : edema paru berat yang akut (kematian di RS 40%)
Kelas 4 : sindrom syok (kematian di RS 80-90%)
Kriteria Diagnosis
Kriteria Framingham (diagnosis ditegakkan bila terdapat paling sedikit satu kriteria mayor dan dua kriteria minor).
| Kriteria Mayor | Kriteria Minor |
| · Paroxysmal nocturnal dispnea · Distensi vena-vena leher · Peningkatan vena jugularis · Ronki · Kardiomegali · Edema paru akut · Gallop bunyi jantung III · Refluks hepatojugular positif | · Edema ekstremitas · Batuk malam · Sesak malam · Sesak pada aktifitas · Hepatomegali · Efusi pleura · Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal · Takikardia (> 120 denyut per menit) |
| Mayor atau Minor · Penurunan berat badan 4,5 kg dalam 5 hari terapi | |
Pemeriksaan Penunjang
· Laboratorium
- Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukosa, elektrolit), hemoglobin, tes fungsi hati, dan lipid darah.
- Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria atau glukosuria
· Radiografi
Rontgen thorak didapatkan pembesaran jantung, distensi vena pulmonalis dan redistribusinya ke apeks paru (opasifikasi hilus paru bisa sampai ke apeks), kadang-kadang ditemukan efusi pleura.
· Elektrokardiografi
Membantu menunjukkan etiologi gagal jantung (infark, iskemia, hipertrofi, dan lain-lain)
· Ekokardiografi
Diagnosis Banding
· Sirosis hepatis
· Gagal ginjal
· Sindrom nefrotik
Pengobatan
a. Non Farmakologi
- Edukasi
- Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
- Hentikan rokok dan alkohol
- Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.
b. Farmakologi
- Diuretik
Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit diuetik regular dosis rendah tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis normal dan menghilangkan edema.
- Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal , dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sitolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.
- Penyekat beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE.
- Antikoagulan dan antiplatelet
Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk.
- Antagonis kalsium dihindari, jangan menggunakan kalsium antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar